Pondokgue.com – Joko Widodo, Pencitraan, dan Kerja Keras – Masa pemerintahan presiden Joko Widodo (Jokowi) adalah masa para pejabat turun ke jalan dan masa blusukan. Tentu hal itu menjadi nilai positif karena kalau di ingat-ingat, belum ada presiden yang menyempatkan diri turun ke pelosok-pelosok begitu seringnya. Menurut saya itu adalah kebiasaan yang bagus, karena dengan turun ke jalan, presiden dan pejabat selaku problem solver negeri dapat melihat sendiri fenomena-fenomena dan merenungi minus yang sedang terjadi. Dengan begitu, solusi yang di berikan pada masalah tersebut bisa maksimal. Dan dengan intensitas terjun lapangan presiden joko Widodo dan tim, bisa sekaligus memonitoring kinerja pembangunan/solusi yang berkaitan dengan problem yang direncanakan.
Tetapi apa boleh buat, netizen memang maha hebat dengan kualitas kenyinyiran yang menganggu. Dalam dunia maya atau internet-internet, saya banyak menemukan kritik atas presiden Jokowi atas kunjungannya, dan mereka menyebut hal itu “pencitraan”. Kalau anda amati sendiri di internet, hampir setiap aksi presiden Jokowi ini disandingkan dengan pencitraan. Padahal hal yang dinilai pencitraan oleh netizen tersebut banyak dilakukan juga oleh masyarakat pada umumnya. Pertanyaannya kenapa hanya Jokowi saja?. Berbagai aktifitas Jokowi yang dianggap pencitraan antara lain:
Cukur Rambut di Garut
Berbagai pihak terutama netizen menganggap partisipasi presiden Jokowi dalam cukur rambut massal di Garut dianggap pencitraan dan dianggap juga presiden Jokowi ingin menaikkan popularitas tukang cukur tersebut. Padahal menurut saya tidak sama sekali, malahan itu menjadi bentuk apresiasi presiden Jokowi terhadap profesi tukang cukur di Garut. Selain itu, di Garut, Jokowi juga memborong 100 ribu botol cuci piring dengan total belanjaan 2 Milyar. Itu juga bukan pencitraan, karena justru Jokowi ingin memberi apresiasi secara langsung pada industri rumahan tersebut. Karena kualitas yang dinilai kreatif, bagus dan layak digunakan.
Membagikan Sertifikat Tanah
Tudingan pecitraan berikutnya adalah aksi presiden Jokowi dalam pembagian 300 sertifikat tanah di Kabupaten Deliserdang. Ini adalah tudingan yang sangat tak masuk akal karena yang dibagikan di sana hanya 300 sertifikat, Sedangkan pada tahun 2017 pihak presiden sudah berhasil mengeluarkan 5,4 juta sertifikat, tahun 2018 behasil mengeluarkan 9 juta sertifikat, dan tahun ini Jokowi menargetkan 11 juta. Ini hanya sebagian kecil yang Jokowi bagikan sendiri, di tempat lain masih banyak sekali yang diwakilkan pada pihak lain, namun kebetulan saja Jokowi berkunjung ke sana dan ikut serta dalam pembagian. Karena program ini adalah termasuk upaya Jokowi demi memberikan legalitas hukum kepemilikan tanah dan demi menghindarkan masyarakat dari konflik sengketa.
Blusukan-blusukan
Blusukan adalah style Jokowi bahkan sebelum dia menjadi presiden. Jokowi tidak pernah merasa terganggu dengan tudingan pencitraan blusukan yang ditujukan kepadanya belakangan ini. Sebenarnya aneh juga, karena Jokowi sudah melakukan aksi blusukan semenjak menjadi walikota, tetapi kenapa baru sekarang muncul isu pencitraan. Jokowi menegaskan bahwa tujuannya blusukan adalah untuk memonitoring programnya dilakukan dengan baik. Menurut Jokowi proyek-proyek pembangunan/pekerjaan ternacam mangkrak karena kurangnya monitoring. Maka dari itu dia ingin memastikan proyeknya berjalan dengan lancar dan Jokowi ingin memberi pujian secara langsung kepada para pekerja yang sudah bekerja dengan baik, karena Jokowi juga merasakan susahnya bekerja di jalan yang panas. Jokowi menambahkan, kalau disuruh memilih, bekerja kantoran dengan ruangan ber AC lebih enak dibandingkan dengan turun ke jalan sambil panas-panasan di bawah terik matahari.
Demikian adalah contoh kecil dari bukti kerja keras Jokowi yang dituduh sebagai pencitraan oleh netizen. Alangkah baiknya kalau tidak asal menilai, melainkan melihat output yang dihasilkan dari blusukannya atau dari hal yang dinilai “pencitraannya”. Terlepas dengan penilaian netizen, aksi presiden Jokowi dengan turun ke lapangan sudah sangat sinkron dengan slogan “kerja, kerja, kerja” yang diambilnya. Karena tidak mungkin sebuah visi berhasil maksimal tanpa aksi. Dan tak mungkin ada aksi tanpa monitoring kondisi. Dalam mewujudkan visinya, menurut saya presiden Jokowi sudah bekerja dengan sangat keras dengan berbagai aksinya, hal tersebut bisa dilihat sendiri dalam liputan media-media terkait prestasi presiden Jokowi.